Halal bihalal yang diartikan secara umum saling maaf memaafkan setelah menunaikan ibadah dibulan Ramadan, biasanya diadakan di sebuah tempat mulai Rumah orang tua atau yang mewakili ketempatan , Auditorium, Aula, Kantor, Pendopo dan sebagainya oleh beberapa sekelompok orang beragama islam.
Sudah menjadi tradisi sejak lama, tidak hanya dengan keluarga saja dilakukan akan tetapi berkembang kepada kelompok yang mempunyai komunitas sendiri-sendiri dalam mengekspresikan situasi dan kondisi pada acara halal – bihalal sehingga berjalan baik-baik saja mengingat Idul Fitri sampai sebulan lamanya.
Seperti dilakukan oleh salah satu organisasi islam NU di Pacitan mengadakan halal bihalal yang dikemas dengan Open house dihadiri Pengurus harian PCNU, Ketua MWC dan Ketua Banom.
Unsur silaturahimpun ada didalamnya, lalu diselingi agenda persiapan peletakan batu pertama gedung PCNU, tepatnya di desa Semanten 70 m dari Trafik Ligt kearah pasar hewan yang dilaksanakan pada tgl 27 sawal bertepatan dengan haul KH Abdul manan Dipomenggolo Semanten, itu salah satu contoh manfaat halal bihalal lainya dalam hal informasi.
Hal senada juga banyak dilakukan kelompok lain dari berbagai bentuk komunitas walaupun dengan agenda berbeda beda. Artinya dari kegiatan halal – bihalal banyak fungsi dan manfaatnya selain wabil khusus kepada kedua orang tua.
Arti kemenangan di hari raya Idul Fitri sudah jelas walaupun kata “kemenangan” tidak semua sepakat disambut dengan perayaan, namun tergantung bagaimana cara memahaminya dan pada kenyataanya tetap menjadi tradisi yang pada hakikatnya tidak membahayakan secara agama. Misalnya kembali kekampung halaman juga bisa disebut kemenangan karena bisa melihat, merasakan tanah kelahiran, ketemu orang tua, keluarga, teman, tetangga yang sejak kecil bergaul.
Semua itu bisa menambah pelajaran bagi kita mengenai rasa kemanusiaan, persaudaraan yang kuat tanpa membedakan status, begitu juga sebulan lamanya setelah menahan lapar dan lain – lain “jasad” pun ikut merayakan dengan makanan, minuman yang bisa dinikmati di pagi hari lagi, kalau budaya di jawa perayaan itu dengan membuat nasi “Punar” dan sampinganya.
Akan menjadi ingatan yang tak terlupakan bagi yang melakukan halal – bihalal, mulai asal usul kelahiran, persaudaraan, pertemanan, bertetangga dan paling “sakral” adalah dengan keluarga dan saudara sedarah, kalau direnungkan secara mendalam akan memunculkan kesadaran bahwa dengan berhalal bihal bisa meninimalisir rasa kebencian dan membangkitkan semangat hidup yang baru.
“Perlu diketahui, meskipun halal – bihalal identik soal kekhilafan, tindak lanjutnya bagaimana cara berakhlak kepada sesama manusia”
Masih banyak kaum muslim yang masih perlu dibantu baik secara moril maupun materiil, tentu tergantung dari yang ingin membantu juga, dari sudut pandang apa melihatnya. Dalam menjalankan niatnya untuk membantu, tidak ada salahnya dengan cara duduk berdhikir kepada sang Kholik sehingga Tuhan sendiri yang akan menuntun caranya entah dengan bentuk apa dan melalui siapa.
Pertanyaanya bagaimana menjaga keseimbangan berhubungan dengan sesama tanpa mengikut sertakan olah pikir yang dapat menimbulkan kontradiksi, semoga dengan halal-bihalal di bulan syawal 1445 H / 2024 M ini sebagai moment bersejarah bagi semuanya.
Opini Publik / M. Mujahid